Showing posts with label Media Online. Show all posts

Barcode Media Resmi Dewan Pers Hanya Formalitas

Barcode Media Resmi Dewan Pers Hanya Formalitas Barcode Media Resmi Dewan Pers Hanya Formalitas
ATAS nama perang terhadap media abal-abal penyebar hoax (berita palsu), Dewan Pers akan memasang barcode bagi media-media pers atau media resmi yang terdaftar dan terverifikasi sebagai media jurnalistik.

Dengan barcode tersebut, publik dengan gampang membedakan media resmi (media pers) yang berbadan aturan dengan media nonpers atau media tidak resmi.

Demikian yang kita baca dalam pemberitaan selama ini soal barcode dan kaitannya dengan media online.

Barcode tersebut hanya formalitas, dalam arti memberi "cap resmi" atau "stempel" bagi media-media massa online kategori forum pers --berbadan aturan perusahaan pers atau forum yang bergerak dalam bisnis media.

Barcode tidak akan menekan hoax lantaran hoax bukan problem media resmi atau tidak resmi. Hoax muncul sebagai akhir ketidakjelasan sebuah informasi yang mestinya dicover oleh media-media pers.

Isu hoax mengemuka dengan trigger soal "serbuan 10 juta pekerja China". Hoax itu muncul akhir media-media pers atau media arus utama (mainstream) yang "diam" terkait banyaknya pekerja China yang masuk ke Indonesia.

Hoax juga merupakan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketidakberimbangan pemberitaan oleh media-media arus utama.

Ketidakberimbangan pemberitaan media pers juga disebabkan dominan media besar ketika ini tidak berpihak kepada publik, tapi membela rezim dan membela kepentingan politik tertentu --sebagian media besar dimiliki oleh politisi dan pebisnis pro-rezim.

Kembali ke soal barcode. Upaya Dewan Pers hanya akan berimbas kepada polarisai media, yakni media pers dan media nonpers.

Media pers yakni media jurnalistik berbadan hukum. Media nonpers yakni media-media nonkomersial, menyerupai situs instansi/lembaga/perushaan, situs jual-beli (toko online), situs jejaring sosial (media sosial), dan situs-situs langsung (blog).


Jadi, barcode hanya akan membedakan mana yang media jurnalistik mana yang bukan. Masalah aturan media jurnalistik diatur dalam UU Pers. Media nonjurnalistik, jikalau melanggar hukum, masuk wilayah polisi (KUHP).

Selama ini, situs-situs yang diblokir pemerintah dominan berupa blog, yakni memakai platform template blogger berita yang tak kalah keren dengan situs isu profesional

Situs langsung (blog) masuk wilayah media nonpers. Blog punya wilayah aturan lain, yakni Google atau mesin pencari. Blog dengan platform Blogger masuk wilayah aturan Google sebagai pemilik Blogger. Jika ada blog yang melanggar Kebijakan Konten Blogger, maka Google akan menghapusnya, bukan lagi blokir.

Contoh Barcode Blogger

Barcode Media Resmi Dewan Pers Hanya Formalitas Barcode Media Resmi Dewan Pers Hanya Formalitas

Jumlah Blogger di dunia mencapai ratusan juta. Tahun 2013 saja, berdasarkan data Quora, jumlah blog di dunia mencapai 152 juta.

Di Indonesia, aku belum menemukan data terbaru, namun diberatakan Antara, tahun 2015 saja jumlah blogger di Indonesia mencapaii 3 juta atau 3,5% dari 88,1 juta pengguna internet. Bayangkan, jikalau satu blogger mempunyai 5-10 blog, maka jumlah blog mencapai 15 sampai 30 juta!

Data yang dilansir Tempo bahkan menyebutkan, tahun 2011 saja, jumlah blogger di Indonesia mencapai 5 juta.

Dapat diperkirakan, jumlah blog dan blogger tahun ini lebih banyak lagi seiring dengan kesadaran banyak pengguna internet untuk punya situs sendiri dan mendapat penghasilan dari internet (make money blogging). Wasalam. (https://blogromeltea.blogspot.com).*

Demi Rating, Banyak Media Amatir Bikin Informasi Seenaknya

Demi Rating/Trafik, Banyak Media Amatir Bikin Berita Seenaknya. Salah satu contoh, hari ini, Sabtu 21 November 2015, aku menemukan judul info menyerupai di bawah ini:

 Banyak Media Amatir Bikin Berita Seenaknya Demi Rating, Banyak Media Amatir Bikin Berita Seenaknya

Berita tersebut dibentuk dan dipublikasikan Jumat 20 November 2015 sedangkan Watford vs Manchester United gres bertanding Sabtu 21 November 2015 Pkl. 19.45 WIB. Jadi, bagaimana mungkin sudah ada video gol dan hasilnya?

Jelas, media dan "jurnalis" amatir tersebut menulis info hanya untuk mesin pencari demi rating. Dikiranya, info tersebut akan "leading" ketika hasil Watford vs MU sudah benar-benar ada.

Berita di atas, terperinci merupakan info palsu, info bohong, alasannya ialah video gol dan kesudahannya sama sekali tidak ada dan memang tidak mungkin ada, alasannya ialah pertandingannya aja belum berlangsung.

Berita di atas terperinci banget melanggar arahan etik jurnalistik perihal pelarangan info bohong. Namun, Dewan Pers tidak dapat menegur media tersebut alasannya ialah media itu bukan media profesional, hanya sebuah blog.

Barangkali media tersebut jarang yang baca sehingga tidak ada yang melaporkannya ke Google supaya situs yang memuat info menipu pengguna tersebut dibanned atau bahkan dihapus.

Berita di atas hanya satu dari sekian teladan media amatir yang menulis info seenaknya dan sekenanya. Media Online memang gampang diedit dan diupdate.

Bagaimana menyikap media amatir menyerupai di atas? Gampang.... jangan dibuka atau jangan dikunjungi saja alasannya ialah Anda niscaya kecewa. Wasalam.*